Rabu, 04 Januari 2012

Mimpi yang Tak Termimpikan


Sejak kepergianku sore itu, itulah terakhir kalinya kumelihat mereka. Mengapa aku merasa ingin segera sampai di tujuan, tapi berat rasanya kaki ini untuk melangkah meninggalkan kota kelahiranku. Aku pergi tuk kembali seperti lagunya pasto saja, pikirku. Satu semester aku tinggalkan mereka dengan setitik air mata di bandara saat itu, namun ketikaku tiba di atas pesawat, kulihat bayang mereka dari jauh hingga pesawat lepas landas, dan kembali butiran-butiran itu keluar kepelupuk mataku hingga membentuk anak sungai, aku tak ingat betul kapan ia berhenti, mungkin ketika seorang pramugari menyapaku dan ku seka wajahku menggunakan jas almamater  kebanggaan UNM.
Waktu itu aku hanya ditemani oleh lamunanku, aku masih kurang percaya ketika sudah duduk manis di atas mesin yang akan menerbangkanku ke Denpasar selama satu jam untuk transit lalu melanjutkan selama satu setengah jam menuju kota yang akan kutinggali selama 1 semester, yang tidak begitu lama dan tidak pula begitu cepat. Lamunanku berlanjut, ingatanku kembali pada saat beberapa jam lagi keberangkatanku di hari jum’at. Waktu itu aku memang agak terburu-buru, berat rasanya meninggalkan kampus dan sahabat-sahabat yang kusayangi. Dering handphone tak henti berbunyi, itu panggilan dari ibu. Beliau menyuruhku pulang karena hampir seluruh sanak keluarga telah menunggu di rumah. Kusempatkan berfoto bersama sahabat-sahabatku dan pamit kepada mereka hingga akhirnya aku benar-benar meninggalkan kampus orange itu.
Kugonceng salah satu temanku yang juga ingin berangakat untuk mewujudkan mimpi dan kesempatan emas yang kita dapatkan ini. Diperjalanan, aku betul-betul lupa. Entahlah lupa yang seperti apa, yang ku inginkan saat itu yah, hanya sampai kerumah dengan segera. Laju motorku mungkin sekitar 80 km/jam namun aku tak tahu betul, karena km motorku rusak. Itu hanya perkiraanku saja. Aku sempat ditegur oleh temanku, “ In, jangan kencang-kencang!” kata Ismi waktu itu. Tak kuhiraukan, aku tak sabar sampai rumah. Kami juga waktu itu agak ribet, karena kami membawa sebuah print yang juga akan dibawa bersama ke kota tujuan. Kehendak Allah memang sapa yang tahu, Ia berhak menentukan nasib hambanya kapan pun Ia mau. Dan aku adalah salah satu hamba yang kena teguran saat itu, yah kuanggap itu adalah suatu teguran dan juga tanda sayang-Nya padaku. Really!
Citttttt…….kurem motorku tiba-tiba, karena ingin kuhindari polisi tidur. Astagfirullah, aku betul-betul lupa pada-Nya. Kepalaku terhantam ke aspal, yang pertama mendarat adalah bagian dagu dan mulut, aku bangkit lalu kurasakan ada yang jatuh dari mulutku, ternyata  2 buah gigi seriku patah seketika itu juga. Bibir bawahku juga sobek, darah segar merembes dengan lembut. Aku lupa dengan temanku, tapi Alhamdulillah ia tidak begitu parah luka yang ia dapatkan ada di telapak tangannya. Aku juga tidak tahu lagi keadaan print yang kubawa, motorku lecet. Yang kupirkan saat itu , bagaimana aku berangkat dengan kondisi seperti ini. Perasaanku campur aduk, seperti buah simalakama yang di belender tidak karuan rasanya.
Kupanjatkan syukurku pada-Nya karena masih memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri dan menambah bekalku untuk akhirat kelak. Sungguh kuasa Allah amatlah besar, aku hanyalah butiran-butiran pasir yang dihempas gelombang ombak di pinggir pantai yang mungkin tak ada nilainya. Lamunanku terhenti ketika sang pramugari menawari beberapa cemilan, ku gelengkan kepala seadanya. Perutku masih full, karena sudah dibekali oleh ibu tersayang sebelum berangkat. Kuingat lagi ibu, bapak, adik, om dan tante yang mengantarkanku hingga dibandara, terlihat jelas diwajah mereka begitu khawatir dengan kondisiku yang masih butuh istrahat karena luka-luka lecet di kaki membuatku agak sedikit sulit untuk bergerak. Terlebih lagi, tak seorang pun yang menemaniku. Satu tas ransel dan print kujinjing sendiri. Kembali lagi, mataku basah. Kutahan semampuku, soalnya aku sedikit malu dilihat oleh pramugari tak henti-hentinya menyeka mata. Sudah sekitar 45 menit aku berada di udara. Rasa tak sabar itu kembali hadir. Gelisah batinku karena tak ada teman yang bisa diajak ngobrol, memang aku hanya sendiri di barisan kursi paling depan. Ada dua kursi kosong di samping kiriku, aku lebih memilih duduk disamping jendela karena bisa melihat kuasa Allah yang begitu besar. Subhanallah, tak hentinya lirihku dalam hati.
Senang rasanya, akhirnya bisa kupijakkan kakiku di tanah Denpasar, meski hanya beberapa saat saja. Yang penting kan aku sudah ke sana, pikirku tidak mau kalah. Menunggu, itulah yang kulakukan di bandara Denpasar karena pesawat delay kurang lebih satu jam. Kini, aku benar-benar merasa seorang diri, tak ada kenalan. Ingin berkenalan, aku enggan. Entahlah, sepertinya aku langsung mengidap Anti-sosial pada beberapa saat itu. Aku hanya diam, dan sesekali membaca dan membalas sms. Sepi dalam keramaian, batinku menggerutu. Kumantapkan dan kukuatkan hatiku, ini semua hanya sementara. Tiba-tiba aku tersentak, namaku disebut, dengan hati-hati ku raih tas dan printku lalu berjalan dengan agak pincang ke arah petugas bandara tersebut. Ternyata, koperku jebol. Sepertinya kelebihan barang didalamnya. Aku pun di ajak kesebuah tempat oleh petugas, dan mengurusi koperku itu. Alhamdulillah,tidak ada barang yang hilang.
Aku kembali ketempat dudukku semula, dan duduk diam disana. Tak lama, panggilan penumpang untuk pesawat wings air akan diberangkatkan. Penantian itu pun berakhir, dan aku duduk dengan nyaman di salah satu kursi pesawat tersebut. Dalam perjalan ini, aku lebih memilih tidur dibanding melamun yang membuatku semakin sedih saja. Perjalanan kami selama satu setengah jam. Sesekali ku sentuh bibirku, karena aneh rasanya setelah dijahit. Teringat ketika bibirku ingin dijahit, kelakuanku seperti anak kecil. Hampir saja aku melarikan diri dari klinik tempat gigiku ditambal, kalau saja alat-alat dokter tersebut tidak mengahalngiku dan bujukan ibu yang membuatku menangis aku akan berlari sekencang-kencangnya. MasyaAllah, malu rasanya ketika mengingatnya.
“Alhamdulillah, akhirnya kupijakkan kakiku di kota Semarang” begitu kira-kira bunyi status yang ku publish di FB. Banyak juga yang like,dan mengomentarinya. J handphoneku berdering setelah beberapa menit yang lalu ku hidupkan. Telepon dari ibu ternyata. Dan beberapa saat kemudian telepon dari dosen dan teman-teman (Ismi dan Ninis) sejak tadi mereka menungguku di Restoroant Gama. Dosen-dosen UNNES sedang melakukan halal bi halal ketika itu. Aku bergegas mengambil barang-barangku dan naik taxi lalu diantarkan di Restorant tersebut.
Ada perasaan senang dan bangga dan beban berat yang kubawa. Senang karena bisa tiba dengan selamat, bangga karena bisa berangkat sendirian dari Makassar-semarang serta membawa nama UNM, dan perasaan berat karena membawa nama universitas Negeri Makassar. Sungguh diluar perkiraanku, mimpi ku betul-betul terwujud. Syukurku tak henti-hentinya. Aku pun disambut dengan begitu ramah di sana, senang rasanya. Tak henti-hentinya aku berceloteh dengan Ismi dan Ninis tentang perjalannku, sampai-sampai jahitan di bibirku terlepas. Namun, tetap kulanjutkan celotehku hingga diperjalanan menuju Rusunawa tempatku melepas penat dan mengukir cerita dan pengalaman.



Rusunawa 3B06, 19 November 2011

*Hanya cerita sederhana ^_^


1 komentar:

Cuap-cuap dari teman-teman....dibantu yaaaa'..hehe

Sebaik-baik manusia yaitu bermanfaat bagi orang lain...